Tuesday, April 12, 2011

Pengertian Belajar

Belajar merupakan aktivitas mental dalam pikiran manusia yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Slameto (2003:2) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan Hudoyo (1988:1) mengatakan bahwa: seseorang dapat dikatakan belajar apabila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Proses terjadinya belajar sangat sulit diamati.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, edangkan yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Respon  yang diterima oleh siswa dapat diukur dengan cara melihat sejauhmana kemampuan siswa dalam menangkap respon yang diberikan oleh guru tersebut.
Marpaung (1999 : 3) mengatakan bahwa belajar adalah menangkap informasi (sensori register) meneruskan ke memori jangka pendek untuk diolah dan menyimpan olahan itu dalam memori jangka panjang, mengambil kembali pengetahuan itu untuk dibawa ke memori jangka pendek, sehungga menghasilkan pengetahuan baru yang disimpan dalam memori jangka panjang. Menurut Piaget (Suparno, 1997:31) mengatakan bahwa transformasi informasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: (1) asimilasi, yaitu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada, (2) akomodasi, yaitu membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifkasi skema yamg telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri. Perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa ketrampilan, sikap, pengertian ataupun pengetahuan.

Perlunya Mempertimbangkan Gaya Kognitif Siswa dalam Pembelajaran Matematika


Matematika merupakan pelajaran yang bersifat hirarkis, konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi dibentuk atas dasar konsep-konsep yang telah terbentuk sebelumnya. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pemahaman konsep siswa sebelumnya harus mampu menjembatani konsep yang akan dipelajari siswa.
Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru harus mampu menciptakan proses belajar mengajar sedemikian rupa demi tercapainya tujuan pembelajaran. Mengingat gaya kognitif siswa berbeda secara psikologis yaitu gaya field dependen dan gaya field independen, maka guru perlu menyesuaikan pembelajaran berdasarkan gaya tersebut.

Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent

Gaya Kognitif Field Dependen dan Field Independen
Setiap individu memiliki karakteristik yang khas, yang tidak dimiliki oleh individu lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Selain berbeda dalam tingkat kecakapan memecahkan masalah, taraf kecerdasan, atau kemampuan berpikir, siswa juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan pengetahuan. Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima, mengorganisasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka, dalam cara mereka merespons metode pengajaran tertentu. Perbedaan-perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini dikenal gaya kognitif (Slameto, 2003:160).
Gaya kognitif merujuk pada cara seseorang memproses, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya. Disebut sebagai gaya dan bukan sebagai kemampuan karena merujuk pada bagaimana seseorang memproses informasi dan memecahkan masalah dan bukan merujuk pada bagaimana proses penyelesaian yang terbaik.
Ada beberapa pengertian tentang gaya kognitif (cognitive style) yang dikemukakan oleh beberapa ahli, namun pada prinsipnya pengertian tersebut relatif sama. Menurut Indika (2008) gaya kognitif adalah cara-cara khas individu membangun atau membentuk keyakinan dan sikapnya tentang dunia sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap informasi yang masuk atau diterimanya.
Witkin (Coop, 1974:254 dalam Mallala, 2003:12) mengatakan bahwa:
“Witkin describes a cognitive style based on an analytic-global continuum. He determines the extent to which individuals are able to overcome the effects of distracting background elements (the field) when they are attempting to differentiate relevant aspects of the particular situation. The more independen the person is from the distracting element, the more analytic. People who are able to operate in an analytic manner are said to be field-independen, and people who operate in the more global manner are field-dependen.”

Sedangkan menurut (Soedjadi 1986:8 dalam Mallala, 2003:12) mengemukakan tentang gaya kognitif sebagai berikut:
“Cognitive style may be described by the following characteristics:
They are concerned with the form rather than the content of cognitive activities.
They refer to individual differences concerning how people perceive, think, solve problems, learn are relate to others.
They are feature of personality, the patterns of temperamental, emotional and mental traits of an individual.
They are stable over times.
They are distinguishable from intelligence and other ability dimension.”

Definisi-definisi tersebut di atas mengungkapkan bahwa gaya kognitif adalah cara yang khas pemfungsian kegiatan perseptual yaitu: kebiasaan memberikan perhatian, menerima, menangkap, merasakan, menyeleksi, mengorganisasikan stimulus atau informasi dan memfungsikan kegiatan intelektual yaitu: menginterpretasi, mengklasifikasi, mengubah bentuk informasi intelektual. Cara yang khas tersebut bersifat konsisten dan dapat memasuki ke seluruh tingkah laku, baik dalam aspek kogkitif maupun dalam aspek afektif (Ismanoe, dalam Susanto, 2009: 12)
Gaya kognitif dibedakan menjadi dua yaitu: gaya kognitif field dependen dan gaya kognitif field independen. Sementara itu Witkin, Moore, Goodenough dan Cox (Mallala, 2003: 16) menyatakan bahwa, dalam kegiatan belajar setiap individu dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu yang bersifat global dan bersifat analitik. Individu yang bersifat global adalah individu yang menerima sesuatu lebih secara global dan mengalami kesulitan untuk memisahkan diri dari keadaan sekitarnya atau lebih dipengaruhi oleh lingkungan. Individu yang bersifat seperti ini disebut bergaya kognitif Field Dependen (FD). Sedangkan individu yang bersifat analitik adalah individu yang cenderung menyatakan sesuatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut, serta mampu membedakan obyek-obyek dari konteks sekitarnya. Mereka memandang keadaan sekitarnya lebih secara analitis. Individu yang bersifat seperti ini disebut bergaya kognitif Field Independen (FI).
Witkin mendeskripsikan gaya kognitif berdasarkan analitikal-global. Witkin menentukan sejauh mana seseorang dalam menanggulangi efek elemen-elemen latar pengecoh ketika mereka berusaha untuk membedakan aspek relevan situasi khusus. Lebih independen seseorang terhadap pengecoh akan lebih analitik. Orang yang dapat mengoperasikan dengan cara analitik disebut field dependen dan orang yang mengoperasikan dengan cara global disebut field dependen.
Berdasarkan uraian di atas, Witkin membedakan gaya kognitif seseorang menjadi dua tipe, yaitu:
a. Field independen. Orang yang dapat menanggulangi efek pengecoh dengan cara analitik.
b. Field dependen. Orang yang menanggulangi efek pengecoh dengan cara global.
Karakteristik individu yang field dependen dan field independen, sebagai berikut:a) Di dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan suatu soal, maka individu field independen akan bekerja lebih baik jika diberikan kebebasan. Sedangkan individu yang field dependen akan bekerja lebih baik jika diberikan petunjuk atau bimbingan secara ekstra (lebih banyak).
b) Individu yang field independen mempunyai kecenderungan tidak mudah dipengaruhi lingkungan, dan sebaliknya individu yang field dependen mempunyai kecenderungan lebih mudah dipengaruhi lingkungan.
c) Dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan suatu masalah (problem solving) yang menghendaki suatu keterampilan maka individu yang field independen akan menghasilkan lebih baik dibanding dengan individu yang field dependen.
Penggolongan individu ke dalam salah satu gaya kognitif dilakukan dengan memberikan suatu tes perseptual. Witkin (1977:5 dalam Mallala, 2003:17) menyatakan bahwa The Embedded Figures Test (EFT) merupakan tes perseptual yang menggunakan gambar. Rujukan kerangka luar yang disubstitusikan berupa suatu gambar yang rumit, yang menyembunyikan suatu gambar sederhana.